Terpendam
Ini ke-3 kalinya aku memecahkan tawamu. Tiga kali beturut-turut, dan
yang ke-3 amatlah pecah. Melihat kamu tertawa saja cukup, apa lagi jika memilikimu?
******
Rama. Anak kelas 3 SMA yang sebentar lagi akan
bertarung habis-habisan melawan Ujian Nasional itu sedang gemar-gemarnya dengan
dunia barunya; Stand Up Comedy. Kala itu, dia tidak sengaja melihat
teman-temannya yang sedang asyik menonton video stand up comedy saat jam
pelajaran kosong. Keren ya kalo bisa
begitu. Masuk youtube, bisa masuk tivi pula. Pikirnya.. Beberapa hari ke
depannya, Rama sering ke warnet dekat rumahnya hanya untuk download video-video stand up comedy dari para komika-komika besar
di Indonesia.
Rama ingin mencoba menjadi komika seperti orang-orang
yang ada di video yang dia lihat. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah komunitas
stand up comedy yang ada di kotanya. Karna yang pada dasarnya pemalu, Rama
mengajak teman sekelasnya, Roy, untuk menemaninya mencoba openmic perdananya.
Minggu depan, hari Jumat, di café tempat biasa komunitas tersebut melakukan
openmic, Rama akan mencoba openmic.
Sama sekali tidak punya pengalaman di bidang komedi,
namun Rama optimis bisa sukses di openmic pertamanya. Berbekal dengan tingkat keponya Rama yang tinggi dan dia juga geek akut, ia mencoba mempelajari stand
up comedy melalui video yang ada di youtube dan mencari teknik-tekniknya
melalui google. Seminggu itu Rama sibuk memikirkan apa yang akan ia bicarakan
nantinya. Sampai-sampai tugas sekolah, les, dan segala hal yang harus
dipersiapkan untuk menghadapi Ujian Nasional, ia abaikan.
“Roy! 3 hari lagi nih. Gimana? Lo mau ngomongin apa?”
pagi itu Rama iseng bertanya pada Roy yang sedang mengerjakan PR-nya.
“Belum, Ram. Belum sempet kepikiran nih”
“Ah, elo! 3 hari lagi nih kita maju openmic. Katanya
gebetan lo mau nonton? Masa lo sendiri belum siap juga?” Rama meledek Roy yang
belum mempersiapkan materinya sama sekali.
“Gampang ah. Nanti gue tulis, semaleman juga jadi
kok.” kata-katanya seolah-olah Roy sudah seperti komika handal.
Dan beberapa saat kemudian, Rama baru sadar jika belum
mengerjakan PR yang sama – yang sedang dikerjakan oleh Roy. “Eh, itu PR ya?
astaga!!”
“Sukurin! Makanya jangan mikirin materi buat openmic
mulu!” ledek Roy.
Dengan segera, Rama mengerjakan PR-nya yang
terlupakan.
***
Hari Jumat tiba juga. Rama sudah siap dengan materi
tentang dirinya sekolahnya dan kehidupan di sekolahnya yang menurutnya tidak
seperti sekolah biasa. Sementara Roy, siap dengan materi kejombloannya.
Benar. Malam itu Risa – gebetan Roy, datang ke cafĂ©
tempat Roy, Rama, dan teman-teman komunitas Stand Up Comedy di kotanya melakukan
openmic. Dan tanpa diduga sebelumnya, Fina – cinta diam-diamnya Rama, datang
juga ke café itu.
Fina. Gadis kecil berkacamata pemilik senyum paling
menarik hati anak laki-laki satu SMA, diam-diam disukai Rama. Sudah 3 tahun ini
Rama menyimpan perasaannya pada Fina lantaran Rama merasa belum pantas untuk
Fina. Fina bukanlah gadis SMA yang cerewet, bukan yang suka mencoba-coba
memakai make up seperti gadis-gadis
SMA pada umumnya, Fina ini sederhana. Itu yang disukai Rama. Rama pun tahu,
selama 3 tahun ini, Fina hanya pernah sekali berpacaran dengan anak satu SMA,
dan itu berlangsung cukup lama. Rama sering geram jika melihat Fina dan
pacarnya sedang memadu kasih. Namun sekarang, Fina sudah tidak menjalani
hubungan dengan pacarnya itu. Fina dan Rama hanya saling tau, tapi tidak lah
saling mengenal. Hanya saling sering bersimpangan saat di kantin, tapi tidak
saling menyapa.
Malam itu Fina memakai celana jeans panjang berwarna
biru tua dengan kaos putih yang ditumpuk dengan cardigans berwarna biru donker
dan rambut yang dibiarkan terurai. Tidak seperti saat di sekolah – yang rambutnya
selalu diikat buntut kuda, kali ini Fina terlihat lebih cantik dari biasanya.
“Fina cantik banget ya, Ram. Haha” Roy meledek Rama
yang sedang mencoba tenang untuk mempersiapkan openmic pertamanya.
“Iya.” jawab Rama pendek.
“Buset, bro. Serius amat sama materinya, dari tadi
dipantengin mulu. Guenya dijutekin”
“Pst. Diem deh. Nanti kalo ngeboom, mampus lo. Apalagi
ngeboom di depan Risa gebetan lo, mampus dua kali.”
“…”
Dan tidak lama kemudian, openmic malam itu dimulai. Rama
mendapat nomor urut ke-4. Tidak di awal, tidak di akhir. Menurutnya itu urutan
yang tidak terlalu buruk. Sedangkan Roy berada di urutan akhir.
Tibalah giliran Rama untuk tampil. Sudah 2 penampil
yang ngeboom malam itu, dan 1 yang lumayan memancing tawa. Gerogi? Pasti. Ini pertama
kalinya Rama berbicara di depan orang banyak, dan harus melucu. Ternyata hasilnya
tidak cukup buruk, ada beberapa lelucon dari Rama yang menimbulkan tawa
penonton. Dibalik sisi pendiam Rama, terdapat otak cerdas yang mampu membuat
lelucon dengan rapih untuk ukuran pemula. Beberapa komika senior dari komunitas
stand up comedy di kotanya pun salut dengan Rama — yang sudah berani mencoba
dan berhasil memancing tawa.
“Woy, Roy! Tadi gue gimana?”
“Ah elu, sikat WC bisa aje. Sikat WC aja elu jadiin
lelucon. Tapi keren kok. Tadi gue liat ada beberapa penonton yang ketawanya
lebar juga, tapi nggak bersuara. Jaim-jaim gitu keknya. Haha”
“Sukurlah.. lo harus lebih sukses nanti!”
“Pasti!”
Dan kurang lebih 30 menit pun berlalu, tibalah giliran
Roy untuk mencoba materinya. Hasilnya tidak terlalu pecah, tapi tidak terlalu
ngeboom pula. Cukup baik untuk pemula.
“Keren, Roy! Tadi si Risa gue liatin senyum-senyum
mulu pas elu nampil.”
“Ah masa? Bisa aja ah..” muka Roy menjadi merah dan
senyumnya terlihat malu-malu.
Malam itu menjadi malam bersejarah bagi Rama — yang berhasil
pada percobaan pertamanya dan tanpa disangka ditonton Fina. Juga Roy — yang
berhasil melucu di depan gebetannya.
Lantaran belum puas dengan penampilan mereka malam
itu, Rama dan Roy meminta senior-senior dari komunitas tersebut untuk memberi
evaluasi terhadap penampilan mereka.
“Untuk pemula, kalian oke kok. Saya respect kalian sudah berani mencoba. Kalau
bisa, jangan cuma sekali, besok-besok cobalah lagi. Dan sering-sering ikutan
kumpul aja bareng anak-anak, biar lebih akrab dan lebih solid lagi” kata salah
satu senior yang sedang mengevaluasi penampilan Rama dan Roy, tadi.
“Siap!” Rama dengan tegas menjawab.
Tidak bergegas pulang saat evaluasi berakhir, Rama dan
Roy menikmati sajian live music dari café
tempat mereka openmic tadi.
“Tadi lo sempet nge-blank nggak?” Rama bertanya pada Roy yang sedang serius dengan
ponselnya.
“Hm? Gimana?”
“Itu, mbak-mbak vokalisnya cantik ya”
“Oh iya, emang. Haha.. iya, sempet nge-blank kok. Ada beberapa materi gue yang
lupa gue bawain juga.”
“Sama. Apalagi tadi, waktu nggak sengaja liat Fina
senyum.”
“Oh.. hah? Apa? Fina? Eheeeemm…” Roy meledek.
“Iya, Fina. Kenapa?”
“Nggak kenapa. Akhirnya temen gue yang satu ini, adaw..”
ledekan Roy makin menjadi-jadi.
“Yuk pulang aja ah. Besok masih berangkat sekolah kan.”
“Berangkat sekolah apa berangkat jemput Fina, besok? Hahaha..”
Plak! Rama berhasil
menjitak Roy yang sedari tadi rese.
***
Keesokan harinya, saat baru saja tiba di sekolah, Rama
disambut teman-temannya dengan penuh suka. “Cie, Rama, yang semalem katanya
lucu. Selamat ya! Teruskan!” beberapa temannya mengucapkan selamat pada Rama. Lalu nikmat Tuhan mana lagi yang akan ku
dustakan, jika seperti ini? Rama membatin.
“Roy! Minggu depan coba openmic lagi yok?” Rama
mengajak Roy untuk mencoba openmic yang kedua kalinya.
“Ah buset. Minggu depannya aja. Gue belum siap kalo
minggu depan.”
“Ahelah.. iya juga sih. Yaudah, minggu depannya. Tapi minggu
depan gue mau coba lagi ah.. siapa tau Fina nonton lagi” semenjak berani
berbicara di depan umum, Rama juga mulai berani melihatkan rasa ketertarikannya
pada Fina.
Fina bukan gadis yang mudah didekati, tapi bukan juga
gadis yang susah didekati. Sempat ada beberapa anak lelaki yang satu kelas
dengannya yang mencoba mendekati Fina, namun ujung-ujungnya mereka selalu
gagal. Mereka hanya kurang percaya diri. Fina adalah tipe gadis yang suka pada
lelaki yang percaya diri. Percaya bahwa dirinya mampu meluluhkan hati Fina. Hanya
itu.
Selain mulai berani melihatkan rasa ketertarikannya
pada seseorang, semenjak berani berbicara di depan umum, Rama juga mulai ‘cerewet’.
Di kalangan anak-anak kelasnya, ia terkenal pendiam sejak kelas 1 SMA. Di samping
itu, Rama juga termasuk anak yang pandai di sekolahnya. Ia tidak pernah keluar
dari lingkaran 3 besar peringkat kelas semenjak SD sampai kelas 3 SMA.
“Ram, tau tempat yang jual boneka bagus tapi harganya
agak murah dikit nggak? Hehe..” tiba-tiba saja Martin — teman sekelasnya,
membuyarkan lamunan Rama.
“Itu. Banyak sih. Tapi, coba kamu ke Toko Boneka yang
di Jalan Rajawali aja. Yang di ujung itu.” walau lama menjomblo, tetapi Rama
tau tempat-tempat spesial untuk membeli suatu yang spesial untuk pacar
teman-temannya.
“Oh itu. Oke, makasih ya! Eniwei, rencana kapan mau
ehem sama Fina?” Martin mulai meledek.
“Eh? Elo kok.. wah, pasti Roy nih. Dasar tutup panic bolong!”
“Hahaa.. Gue dukung elo kok. Buruan, Ram. Sebelum keduluan
yang lain. Ha..” dan beberapa saat kemudian, Martin menghilang ke kantin.
Iya, sih. Martin bener juga. Jangan kelamaan ya..
***
Waktu terasa berjalan begitu cepat. Hari Jumat sudah
tiba lagi. Dan berarti, Rama akan mencoba openmic lagi untuk kedua kalinya!
Namun malam itu mungkin bukan malamnya dia. Yang ditunggu-tunggu
tidak ada malam itu. Lantaran kurang bersemangat karena yang ditunggu-tunggu tak
dating, penampilannya menjadi kurang maksimal. Rama pulang dengan rasa dongkol.
Sempat putus asa namun seniornya selalu support Rama untuk terus mencoba. Setelah
sempat memutuskan untuk tidak mencoba openmic minggu depan, dengan sedikit
paksaan akhirnya Rama pun akan openmic lagi minggu depan. Dengan sisa-sisa rasa
dongkol, tentunya.
Minggu depannya lebih terasa cepat lagi. Kali ini aku nggak boleh gagal lagi!
Dan entah malaikat mana yang membawa malaikat ke café tempat
openmic mala mini. Ya. Fina datang mala mini. Kali ini tidak sendirian, Fina
bersama teman-temannya. Dalam sekejap, Rama pun jadi bersemangat. Melihatmu saja aku semangat, apalagi
disemangatin kamu? Rama mulai tersenyum-senyum sendiri. Jatuh cinta memang
kejam, bisa membuat korbannya lupa diri.
Tema yang akan dibicarakan Rama mala mini adalah
tentang romantis. Rama memang bukan orang yang romantis, tapi menurutnya,
memang ada salahnya orang tidak romantis membicarakan tentang romantis?
Dan dengan bit penutupnya tentang romantis yang
sungguh romantis, senyum Fina menjadi alasan utama mengapa Rama harus tersenyum
untuk ke depannya.
***
“Ger, kalo di kelas, Fina anaknya gimana, sih?”
Geri tersendak. “Fina?”
“Iya, Fina”
“Jadi sobat gue yang satu ini diem-diem punya rasa
sama Fina? Azeekk!” Geri malah meledek Rama.
“Ah elu. Dijawab woi. Malah ngeledek”
“Dia mah biasa aja kok kalo di kelas. Nggak banyak
tingkah, ramah, enakan lah anaknya. Udah PDKT sampe sejauh mana lo sama dia? Haha”
“Boro-boro PDKT, kenalan aja belum berani guenya.”
“Ahilah. Cowok apa cewek sih lo? Apa perlu gue bantu
kenalin?”
“Haha nggak usah. Nomer hape nya dia aja sini? Biar gue
kenalan sendiri.”
“Ntar deh ya gue kirim. Hape gue mati nih.”
“Awas lo kalo lupa”
Sejak saat itu, Fina dan Rama mulai dekat. Namun hanya
sebatas sms. Di dunia nyata, sama sekali mereka belum pernah saling sapa.
“Fin, besok aku
openmic lagi. Kamu nonton ya!” sebuah pesan singkat terkirim ke ponsel
Fina, Jumat sore.
“Kamu mau
openmic lagi? Rajin banget. Iya, nanti aku nonton kok.”
Dan atas kepastian Fina akan menonton Rama, tidak ada
alasan untuk tidak bersemangat bagi Rama.
***
Malam ke empat bagi Rama untuk mencoba leluconnya lagi
di atas panggung, dan malam ke tiga bagi Rama untuk mencoba memecahkan tawa
Fina.
Materi-materi tentang kehidupan di sekitarnya yang
ringan dan memang menggelitik berhasil membuat Rama sukses di openmic ke-3 nya.
Kali ini benar-benar pecah, dan Fina pun terlihat tertawa terbahak-bahak.
“Rama, kamu keren deh! Pecah banget.” Fina berkata
sambil menjulurkan tangannya dan memamerkan senyumnya yang menawan.
“Iya, Fin. Makasih ya..”
“Iya, sama-sama, Rama.. aku balik duluan ya.”
“Eh, Fin. Emm..”
“Ya? Kenapa?”
“Jadi gini. Aku juga bingung sih mau ngomong dari
mana. Tapi intinya, aku suka sama kamu. Sejak dulu kita kelas 1. Tapi aku baru
berani ngomong sekarang. Kamu mau nggak jadi pacarku?” dengan badan yang
gemetar Rama mengungkapkan perasaannya.
”Hah?” tercipta hening beberapa saat. “Kamu serius,
Ram?”
“Iya serius”
“Tapi maaf. Aku nggak bisa, Ram. Tadi malam aku baru
jadian sama Tomi. Maaf, ya.. kalo aja kamu lebih cepet”
******
Mungkin aku hanya ditakdirkan untuk memecahkan tawamu. Bukan untuk
memilikimu. Andai aku lebih cepat, Martin benar.
No comments :
Post a Comment