Kalian tau nggak kalau ternyata ada film Sex Is Zero
2? Hah? Apa? Udah tau ya? Wah, saya malah baru tau, kemarin di warnet deket
kost-kostan saya, saya nemuin film itu.
Dan di warnet itu, filmnya behhh, bejibun guys! *bawa harddisk ke
warnet*
 |
sumber: panduanwisatajogja.com |
Sore itu, kemarin, saya ke warnet dalam rangka pengen
banget nonton video-nya StandUpPwt yang kemarin ditayangin di acara #1thnStandUpPwt.
Hah! Komunitas yang sudi menerima kehadiran saya di tengah-tengah hangatnya
kekeluargaan mereka, dan sempat mengajari saya bagaimana cara memikirkan apa
yang tidak dipikirkan orang lain, atau cara menjelaskan suatu hal yang sepele
dengan jalan pikiran yang berbeda, lalu diolah sedemikian rupa sehingga bisa
menciptakan lengkungan indah di bibir Anda atau bahkan menciptakan tawa sampai
berbusa. Oke, ini kepanjangan, Crit.
Dan
juga dalam rangka menjenguk blog saya yang belakangan ini saya abaikan begitu
saja. Untunglah blog ini masih sehat, ya walau agak sedikit berkarat, tapi
alhamdulillah masih bisa dipakai. *senyum kuda* *cium layar monitor yang lagi
nampilin dasbor blog*
Dan malamnya, waktu lagi asyik-asyiknya ngobrol sama pacar
teman baru (cie, Ucrit punya temen baru, cie~) emm, teman kost maksud saya,
tiba-tiba ada sms dari teman saya, sebut saja Raay-susunan nama diacak-dan
isinya:
“Crit, lagi
ngapain? Sarkem yuk?” #jengjeng!!! (dengan bahasa ngapak tentunya, tapi itu sudah saya translate, soalnya translator google pun akan kebingungan jika diperintahkan men-translate bahasa ngapak ke bahasa
indonesia)
Kemudian saya berfikir, ini anak lagi gila apa gimana?
Tiba-tiba ngajak ke Sarkem? Apa karna saking jomblonya sampai ngajakin saya
buat nemenin dia ke Sarkem. Oya, for your
information aja, Sarkem itu kependekan dari Pasar Kembang, salah satu pasar
di Jogja. eh, bukan pasar sih, eh, iya juga ding. Ah, entahlah! Di situ, kamu
nggak akan menemukan kembang, tapi kamu akan menemukan ‘kembang’. Dari yang
masih seger-segernya, masih mekar, sampai yang sudah layu.
Setelah sekian lama saya meyakinkan diri saya bahwa
saya baru saja diajak oleh teman saya untuk main ke Sarkem, inget lho ya, main,
bukan ‘main’. Nggak pake tanda kutip tuh. Saya pun mengiyakan untuk menemani
dia ‘main’ main ke sana. Padahal tadi tuh lagi asyik-asyiknya ngobrol
sama teman baru.
Enggak sampe sepuluh menit (sekitar pukul 19.20-an),
teman saya sampai di kost-kostan saya, lalu saya pamit sama teman baru saya dan
cus. Eh di jalan, saya baru ingat kalau saya belum sholat ‘isya.
Astaghfirulloh~ bego bener. -___-
20 menit kemudian, saya sampai di Jalan Pasar Kembang.
Yuhuu~ kembang-kembang, kemarilah. Saya tangkap kalian, lalu saya bawa kalian
ke pondok pesantren.
Sampai di Jalan Pasar Kembang itu biasa saja kok.
Belum ada tanda-tanda para ‘kembang’ yang lagi mencari mangsa. Saya pikir, saya
datang terlalu dini, waktu itu masih pukul 20.15-an. Karna saya bingung,
akhirnya saya putuskan bertanya pada Google. Tadinya saya berniat bertanya pada
tukang becak di pinggir jalan, tapi ah, gila, saya masih terlalu unyu untuk
menanyakan hal tersebut pada tukang becak.
Ternyata di google juga banyak cerita-cerita mengenai
Sarkem ini, coba saja kalian tuliskan “Sarkem” di google, maka akan banyak
sekali cerita-cerita mengenai Sarkem di sana.
Setelah saya telusuri, akhirnya saya menemukan di mana
sebenarnya para ‘kembang’ itu menunggu mangsa. Tempatnya ada di Gang
Sosrowijayan (berseberangan dengan Stasiun Tugu). #jengjeng~ lalu saya dan
teman saya memutuskan untuk memarkirkan motor kami di Stasiun Tugu. Hahaha!
Saking bingungnya mau parkir di mana, akhirnya saya menyarankan untuk parkir di
Stasiun Tugu saja, yang saya pikir akan aman-aman saja jika motor kami di
parkirkan di situ, dari pada parkir di pinggir jalan yang nggak jelas gitu. Hehehe…
Saya masih tertawa dalam hati dan mengucap istighfar
berkali-kali, ini pertama kalinya saya ke tempat beginian, tapi saya nggak mau
‘begituan’ lho.
Memasuki gang sempit, yang hanya pas saja jika dilalui
orang 2 bocah yang masih unyu-saya dan teman saya- tiba-tiba ada petugas di
situ yang menghentikan langkah kami.
“Dua ribu, Mas.”
“HAH? DUA RIBU
ITU UDAH BISA ‘MAIN’ DAN BEBAS MILIH, PAK?!!?!?!!”
“Uang
kebersihan, Mas. Kalo mau ‘main’ ya bayar sendiri.”
“….” Sambil menyerahkan uang.